Rabu, 09 Maret 2011

Syarifuddin Latief: Pelaku Aborsi Harus Diberi Sanksi Tegas



WATAMPONE, RB--Adanya tindakan aborsi yang dilakukan kaum terpelajar, kembali mengundang keprihatinan tokoh agama dan tokoh pendidik di kota ini. Sebagian mereka menginginkan, agar pelaku aborsi itu diberikan sanksi tegas, untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan agar perbuatan yang sama tidak terulang kembali. Seperti yang dikemukakan tokoh agama yang juga ketua STAIN Watampone, Prof Dr Syarifuddin Latief, M Hi saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 10 Februari, kemarin.
Dikatakannya, karena aborsi ini dilarang agama dan dikategorikan pembunuhan dan pembunuhan merupakan tindakan kriminal, maka yang pelakunya harus diberikan sanksi yang tegas.
Hanya menurutnya, dalam aturan hukum di Indonesia terjadi pertentangan tentang aborsi ini. Ada yang menyebutkan kalau janinnya belum berbentuk manusia, baru berupa daging, maka pelaku tidak dikategorikan melanggar hukum. Sementara pandangan lain menyebutkan, apapun bentuknya ketika ia aborsi maka ia melakukan pembunuhan, maka pelakunya harus diganjar hukuman. "Jadi, begitu sistem hukum kita yang masih terjadi pertentangan," katanya lagi.
Agar kejadian yang sama tidak terulang, ia menyarankan agar orangtua berperan turut serta mengawasi putra-putrinya. Bahkan kalau perlu dari sejak dini mereka dibekali dengan ilmu agama. Dengan bekal ilmu agama mereka tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma-norma agama. "Saya yakin, kalau anak-anak kita bekali mereka dengan ilmu agama yang baik, pasti tidak akan berbuat yang melanggar aturan agama," urainya.
Ia mencontohkan untuk memproteksi keluarganya hal-hal yang tidak diinginkan, dirinya aktif melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dirumahnya. "Dirumah kami aktif melakukan shalat berjamaah magrib dan isya. Hal ini ampuh untuk mencegah anak-anak kita agar tidak terlibat kepada hal-hal yang negatif" urainya lagi.
Ia melihat para pelaku amoral itu pada umumnya mereka tidak terbina akhlaknya dengan baik, bahkan jauh dari agama. Begitu juga adanya pengawasan yang kurang ketat dari orangtuanya.
Solusi lain yang ditawarkan Syarifuddin adalah penambahan jam disekolah dan pengawasan dirumah ditingkatkan.
Hal yang sama juga dikemukakan guru besar STAIN, Prof Dr Sarjan MA, menurutnya pelaku yang terlibat tindakan aborsi itu harus diberikan sangsi hukum karena perbuatan itu dikategorikan pelanggaran pidana. 'Jadi penegak hukum harus memprosesnya, karena perbuatan aborsi itu termasuk perbuatan pidana," ungkap mantan ketua STAIN ini.
Selain itu, ia juga menyarankan agar pelaku aborsi yang masih berstatus pelajar itu dikeluarkan dari sekolahnya, karena ini mencemarkan lembaga pendidikan. "Jangankan aborsi, kawin saja,sebagian sekolah tidak membolehkan melanjutkan sekolah," urainya.
Ditambahkannya, untuk mencegah terjadinya perilaku-perilaku amoral dikalangan pelajar, ia berharap agar sekolah memberlakukan tidak boleh membawa handpone (HP) karena siswa banyak melihat situs-situs porno dari HP-nya, apalagi akibat perkembangan teknologi, situs-situs haram itu mudah didapat.
"Jadi sekolah harus tegas memberlakukan pelarangan membawa HP, terutama hp multimedia yang bisa memutar video," urainya lagi.
Harapan lain yang dikemukakannya agar Diknas Pendidikan membuat regulasi (aturan) yang tegas terhadap pelarangan membawa HP kesekolah. Selama ini, aturan yang melarang membawa HP menurut pengatmatannya tidak seragam. Ada sekolah membolehkan ada sekolah yang tidak membolehkan. (tur)

Tidak ada komentar: